Janji Kita Di Hari ini

Diposting oleh Label: Cerbung, About Me, Quotes, Poetry di


Gerimis telah berubah menjadi hujan, perlahan terdengar suara petir bersahutan. Ah, siapa yang mau menemani seorang gadis di bangku sudut taman kota dalam keadaan seperti ini. Air mata telah menyatu dengan air langit, hanya orang yang benar benar perduli yang mampu menyadarinya. Secuil RINDU telah membuatku hampir gila dibuatnya.

Tiba tiba LUMPUR menciprat ke arahku, seseorang menghentakan kakinya di kubangan air terdekat, kemudian dia duduk disamping kanan. Kurang ajar! gertakku dalam hati. Aku memalingkan wajah.

"Lihat dirimu! Emas tetaplah emas, berlian tetap berlian dan mutiara tetap jadi mutiara sekali pun dia berada dalam balutan lumpur di tubuhnya. Kenapa harus berlelah lelah menunggu besi berkarat?" Dia membuka percakapan di antara kami.

"Apakah semua cinta punya pemilik? Apakah semuanya akan sampai? Sejauh mana aku mampu bertahan menahan segala kehendakku?" tanyaku padanya.

"Setiap cinta punya pemilik dan pasti sampai, tapi bukkan hakmu untuk menentukan ia akan menerima atau tidak. KUNCI sukses pujangga adalah mencinta tanpa memaksa." ia menarik nafas panjang, hmmm, katanya.

"Sial!" kesahku.

"Caci saja, suara petir takkan bisa menyaingi luapan kemarahanmu. Amuk saja bila perlu!"

Aku bergeser sedikit mendekat kepadanya, menggenggam tangan yang kokoh yang aku yakini dapat melindungiku. Aku sandarkan kepalaku di pundaknya, jilbabku menempel pada t-shirt yang sudah sedemikian basah.  sesekali ku benturkan kepalaku pada tegap tubuhnya, tangannya mencoba menghentikkan apa yang sedang ku lakukan.

"Terimakasih telah menjadi wanitaku yang tersabar. Bukankah sudah ku katakan, aku akan datang tak perduli kau masih menunggu atau tidak?"

"Dan bukankah sudah menjadi ikrarku, aku akan menunggumu tak perduli kau akan datang atau tidak?" jawabku terisak. Pundakmu mengernyit layaknya orang segukan. "Kau juga menangis?" lanjutku kemudian.

"Tidak. Ayo pulang!" Kami berdiri lalu berjalan di derasnya air hujan. Melangkah penuh percaya diri, seolah takkan terpisahkan lagi. Ku pandangi punggungnya dari belakang, lalu dia berhenti untuk menyamakan posisi. katanya, tulang rusuk itu di gandeng bukan di tuntun. Terimakasih telah menepati janjimu, BINTANG. Aku tak jadi mati oleh sepi dalam puisi.

3 komentar:

Back to Top