Mata Ini Tidak Bisa Membuatku Menemukanmu (JTS part 4)

Diposting oleh Label: Cerbung, About Me, Quotes, Poetry di

Ah, sudah lah, ini bukan saatnya mengandai andai. Aku harus segera melupakan apa yang sudah terjadi beberapa waktu lalu.

***

Dan kepada Evan, Terimakasih. Semenjak Esspresso pagi, kamu selalu ada untukku. Menjadi orang pertama ada saat aku bangun tidur dan orang terakhir yang ku dengar suaranya ketika akan memasuki alam mimpi. Kemudian menjadikan ruangan rumah sakit ini menjadi nyaman untuk dihuni. Meski pernah, entah di pagi keberapa. Tiba tiba saja aku muak kembali pada keadaanku.

Espresso yang kamu sediakan pagi itu sengaja aku jatuhkan ke lantai, "Ada apa Eliana?" tanya mu. "Aku bosan Evan. Aku ingin membeli kopi sendiri, menikmati rasa lain yang beragam. Aku ingin keluar dari dunia gelapku dan melihat berjuta warna di luar sana. Aku ingin berdandan di depan cermin, aku ingin bisa kembali merawat diriku sendiri, terlebih aku ingin melihatmu" teriakku dan kamu langsung memelukku tanpa berkata apa apa. Aku menangis sejadi jadinya dalam dekapmu.

Badan tegapmu kembali menenangkanku. Tidak butuh waktu lama Van, hanya beberapa minggu saja aku merasa sudah menemukan kembali priaku. Pria yang sesuai dengan apa yang aku mau. Penyayang dan penyabar. Meskipun kamu tidak pernah berkata bahwa kamu menyukaiku tapi aku tetap merasa bahwa aku telah memilikimu. Evan, andai Tuhan terlebih dahulu mempertemukanku denganmu. hmm.. Tiba tiba saja aku merindukannya, lama juga Dia tidak menemuiku.

"Neng. Alhamdulillah ya Allah." ucap Mbu membuyarkan lamunanku.

"kenapa Mbu?" aku terheran di buatnya.

"Dokter sudah menemukan donor mata untuk Neng. Neng bisa kembali melihat, Dokter bilang operasi bisa di lakukan secepatnya."

"Alhamdulillah... Mbuuuuuu.." aku terisak dan memeluk Mbu. Pada akhirnya aku bisa kembali melihat dunia, melihat orang orang tersayang dan melihat kamu Evan. ucapku dalam hati.

***

Operasi mataku beberapa hari yang lalu berjalan lancar. Ini adalah hari istimewaku, saat saat dimana aku akan kembali seperti semula. Perlahan kurasakan dokter melucuti balutan dimataku, pelan pelan aku mencoba untuk membuka mata. Terlihat jelas ada Mbu di depanku. Kemudian sederet dokter pria dan wanita di belakangnya. Aku memeluk Mbu sejenak lalu memperhatikan dokter dokter itu. "Mana di antara kalian yang bernama Evan?" tanyaku spontan. Namun mereka hanya menatap satu sama lain tanpa jawaban pasti. Begitu juga dengan Mbu, dia hanya bisa diam.

"Mbu, mana Evan?" Mbu masih terdiam. Seorang dokter menghampiriku lalu menyerahkan setumpuk berkas.

"Ini Mbak Eliana. Silahkan Baca." ujarnya.

Satu persatu halaman aku buka, isinya adalah riwayat kanker otak. Masih menuju stadium 3, dengan huruf kapital bertuliskan EVAN BRAMA SUDARSO. Selanjutnya ada dokumen persetujuan pendonoran, Sepasang mata untukku dan hati yang di donorkan untuk Dimas Airlangga. "Dimas?" gumamku. "Tolong, siapapun. Jelaskan ini semua." aku yang mulai menitikan airmata.

Dokter yang memberikan dokumen tadi angkat bicara, "Dimas mengalami kerusakan hati setelah kecelakaan akibat benturan yang sangat kuat di dadanya dan kasus ini jarang terjadi. Sementara Evan masih punya kemungkinan hidup selam 2 tahun dengan obat obatannya. Namun ia sadar, bagaimanapun ia akan tetap meninggal dan kanker itu akan semakin menyebar. Ia lebih dulu memilih mengakhiri hidupnya dengan pendonoran hati penuh untuk Dimas dan sepasang mata untuk mbak Eliana. Dia melakukan semua demi mbak." jelasnya kemudian.

"Evaaaaaaaaannnn." teriakku yang tidak bisa lagi membendung semuanya, dadakku sesak. Tiba tiba kepalaku pusing dan aku tak sadarkan diri.



Part 1 || Part 2 || Part 3

1 komentar:

  1. Aduh..Mba, Miris dan sedih membacanya. Sukses mengaduk perasaan pembaca.
    Lanjutkan Mba.

    BalasHapus

Back to Top