Ampun Bunda, Kepalaku Mau Pecah.

Diposting oleh Label: Cerbung, About Me, Quotes, Poetry di
Source : google image


Peluk cium untukmu dari Adinda. Siapa yang tak bangga lahir dari rahim seorang perempuan bergelar S2 tapi dengan sukarela mengabdikan diri jadi ibu rumah tangga. Saat binar matamu menyambutku ke dunia, bulir bulir bening mulai menetes dari muaranya. Aku tahu ada kasih dan sayang bunda pada setiap derainya.

Tahun berganti, aku semakin terkagum kepadamu. Kau dengan tuturmu laksana segudang ilmu yang mampu menjawab setiap tanyaku. Kau dengan sabarmu memberikan penjelasan tentang apa ini, apa itu dan segala hal yang kau tahu. Bunda bilang di usia yang ke 5, aku sudah mencukupi umur untuk duduk di bangku sekolah TK. Baiklah bunda, sebagai anakmu, aku takkan membuatmu kecewa. Bunda lihat, di beberapa minggu pertama aku mulai menonjol daripada teman temanku. Berkali kali Bunda menuai pujian. Ah, bunda memang pantas untuk itu.

Bunda, ini weekend! Aku berharap Engkau memberikanku reward, meski hanya mengajakku jalan jalan dan membeli 2 keping es krim di Taman Kota. Tapi di luar dugaan, tiba tiba Bunda mengenalkanku pada beberapa orang asing. Yang satu berbicara angka angka, yang satu menggunakan bahasa yang sulit dicerna, sisanya mendikteku dengan berbagai gaya. Apa ini bunda? Mereka bak monster yang menggerogoti otakku. Kenapa Bunda tega melakukan hal ini? Cukup Bunda, jauhkan mereka dari sekelilingku, kepalaku mau pecah rasanya. Bukankah Bunda dengan sekolah tingginya bisa mengajariku tanpa perlu perantara mereka? Atau Bunda mulai lelah? Atau Aku terlalu nakal akhir akhir ini. Aku minta maaf Bunda. Adinda minta maaf.

Aku mau bermain Bunda, menjelajahi beberapa tempat wisata. Berboneka ria bersama teman sebaya. Membantu bunda memasak makanan kesukaanku. Menonton kartun terbaru yang dibawakan Ayah kemarin sore. Aku mau dipeluk Bunda lebih lama.

Mereka terlalu menyeramkan Bunda. Mereka selalu memintaku untuk menghafal, terkadang memaksa untuk memahami hal hal yang memang tidak aku mengerti sama sekali. Jangan hukum aku seperti ini Bun, ampuni aku. Tapi Bunda tidak mau mendengar? Kenapa Bunda jadi keras kepala? Bunda bilang ini untuk kebaikanku di masa depan? Jadi, bunda lebih percaya mereka dari pada buah hati bunda sendiri? Aduh! Sakit, Bunda. Kenapa semakin kesini aku merasa apa yang kalian ucapkan itu sama? Aku kesulitan untuk membedakannya.

Lalu Bunda mendatangkan Tante berbaju putih, berbeda dengan baju yang dikenakan orang orang sebelumnya. Perlahan dia berbicara kepadaku. Aku rasa hanya dia yang mengerti keadaanku saat ini. Sementara saat bersama yang lain, yang terdengar hanya, "How are you. Dua dikali empat berapa? Kalau do'a mau makan apa? Jangan lupa baca huruf hijaiyahnya! Buat kalimat, pulang sekolah lalu pergi ke pasar. Coba bisa tidak?". Lalu aku mempraktekan dengan caraku, menunjukkan nya pada semua orang. Mengulang ngulang dan mengulangnya lagi. Lihat! Apa ini yang dimaksud pintar oleh Bunda? Dan apa itu? Airmata keluar dari pipi Bunda. Apa itu air mata bahagia karena merasa bangga? Aku sudah pintar Bunda, aku pintar sekarang. Tapi, aku tidak mau lagi tidur bersama Bunda.

*Terinspirasi dari berita 2 tahun lalu di akun Path dengan nama pengguna Dina, yang menceritakan ada anak usia 6 tahun masuk rumah sakit jiwa karena terlalu banyak diikutkan les oleh orang tuanya. Ia adalah pasien termuda diantara beberapa pasien lain dan satu satu nya yang mengalami gangguan jiwa karena kepintaran, sementara sisanya akibat broken home. Mari sesuaikan pendidikan dengan usia tumbuh kembang anak.
Posting Komentar

Back to Top