Tak Kenal Maka Ta'aruf

Diposting oleh Label: Cerbung, About Me, Quotes, Poetry di
Part 1


"Ah seandainya saja..." Ummi Zainab menghela nafas.

"Seandainya apa um?" Tanya Nisa, keningnya mengkerut heran.

Ummi hanya menggeleng gelengkan kepalanya, ia tersadar bahwa baru saja ia berandai andai padahal, berandai andai juga salah satu jalan masuk setan mengganggu manusia. "Astagfirullahaladzim, tidak Neng. Tidak apa apa. Insya Allah, amanah ini akan Ummi sampaikan pada Abah, semoga saja Neng dapat jodoh yang terbaik. Aamiin."

"Insya Allah Um, Allahumma aamiin. Terimakasih sebelumnya, tolong sampaikan juga terimakasih pada Pak Ustadz. Nisa pamit pulang dulu." mereka berdua berdiri, berjalan menuju depan pintu. Nisa sempat memutar mutar bola matanya, tapi tak berani melihat penuh kedalam isi rumah karena takut tidak sopan. Namun sepertinya ummi menyadari hal itu.

"Kenapa Neng?"

"Afwan, apakah Ummi sendirian di rumah? Bukankah Pak Ustadz sedang keluar? Tapi kenapa sedari tadi saya merasa ada yang memperhatikan kita berdua?" Akhirnya Nisa memberanikan diri.

Tiba tiba "uhuk" Suara batuk terdengar dari dalam rumah, Nisa tersentak kaget. Sementara Ummi Zainab tersenyum, "Itu ponakan Ummi sama Abah dari Jakarta. Di kirim ayah sama ibunya kemari untuk melanjutkan kuliahnya yang tak kunjung kelar. Insya Allah lanjut di Universitas Dwi Satya." jelas Ummi.

"Dwi Satya? Itu tempat saya belajar saat ini Ummi."

"Oh benarkah? Ah, Semoga dia tidak membuat ulah ya Neng. hehe" Ummi terkekeh pelan. Nisa tidak paham apa yang dimaksud Ummi. Ia hanya tersenyum mendegarnya lalu mencium tangan Ummi pamit.

"Nisa pulang ya Umm, Assalamu'alaikum."

"Walaikumussalam warahmatullah, hati hati dijalan Neng." Ummi memperhatikan Nisa berlalu dengan motornya hingga tak terlihat di pertigaan jalan sebelum akhirnya ia masuk dan menutup pintu.

***
Sementara itu di dalam rumah,

"Cantik ya Bu, sepertinya orangnya  juga baik." Farhan muncul menghampiri bibinya. Mereka berdua kembali duduk di ruang tamu.

"Jadi, yang dibilang Neng Nisa itu benar. Kamu mengamati kami sedari tadi? Ya Allah Han, hati hati dengan matamu. Tundukkan pandanganmu itu." Ummi mengingatkan.

"Lah? Dia tahu Bu? Apa katanya? lagian kan Allah kan menciptakan mata untuk melihat Bu, kalau di biarkan saja menunduk apa itu bukan kufur nikmat namanya?" Farhan beralibi dengan ilmu agama yang entah diperoleh darimana. "Eh itu apa? yang dibawa gadis tadi ya Bu? Boleh aku lihat?" Mata farhan sekarang tertuju pada Map kertas coklat yang dipegang Ummi.

"Tidak boleh. Kecuali..." Umi menyipitkan kedua matanya.

"Kecuali apa Bu?"

"Kamu berniat untuk menikahinya, nah!" Ummi sengaja menyodorkan amplop itu kehadapan Farhan. Farhan hanya memandanginya tanpa menyentuh sedikitpun.

"Ayok, katanya mau baca. Ambillah, baca, kalau dirasa cocok kita datangi rumahnya besok." Ummi menantang Farhan. Tiba tiba tangannya mendorong amplop itu.

"Apaan sih Bu. Kan tahu kalau kuliah Farhan aja tak kunjung selesai, mau dikasih makan apa anak orang. Rumput? lagian kan masih muda Bu, pacaran dulu aja." Farhan mengedipkan matanya berkali kali.

Ummi langsung menarik nafas panjang, "Ummi rasa Neng Nisa bukan tipe perempuan yang bisa diajak pacaran. Dia sudah siap nikah dan ingin ta'aruf. Ini Biodata lengkapnya yang akan Ibu serahkan sepulangnya Abah ngasih tausyiah."

"Namanya Nisa Bu?" Farhan seperti mendapat bocoran rahasia besar.

"Annisa. Dan dia kuliah di Dwi Satya juga."

"Yessssss!...." Farhan bahagia mendengarnya

"Jangan macam macam Han. Kamu disini tanggung jawab Abah dan Ibu, bukan lagi Papa Mama mu." Ummi mengingatkan Farhan sekali lagi. Mengingat bahwa orangtuanya sendiri sudah pusing dengan ulah Farhan, Ummi takut kalau kalau anak ini juga berulah di tempatnya kini. Farhan Hanya mengangguk pelan, seperti bocah polos yang menurut kalau dinasihati. Tapi benarkah dia akan  semudah itu menurut?

1 komentar:

Back to Top